Tulisan Ekonomi Koperasi 3
Mengapa Koperasi tidak bisa berkembang
1.
Saran / Pendapat Saya.
Bagaimana supaya koperasi itu maju dan berkembang.
Bagaimana supaya koperasi itu maju dan berkembang.
>> Koperasi dapat berkembang dan maju apabila
koperasi itu yang diutamakannya adalah memperjuangkan, mementingkan kesejahteraan para anggotanya sehingga
koperasi itu dapat dan akan berkembang sesuai dengan yang dilakukan secara
bersama dan gotong royong oleh para anggotanya. Jika para anggotanya dapat
mendukung kesejahteraan tersebut, maka kopersi bisa berkembang dan maju.
Sarannya, dapat mempertahankan dengan komitmen
dan kebersamaan kepada para anggota-anggotanya.
2.
Koperasi merupakan Soko Guru (kekuatan)
perekonomian.
Jelaskan makna kata tersebut.
Jelaskan makna kata tersebut.
>> Koperasi disebut dengan Soko Guru karena
koperasi merupakan induk dari perekonomian keanggotaan dan juga organisasi rakyat berwatak sosial
yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi sebagai usaha bersama
berdasarkan azas-azas kekeluargaan, dengan tujuan mensejahterakan anggotanya
dengan azas-azas kekeluargaan tersebut. Apabila koperasi tidak memiliki badan
hukum koperasi, maka makna kata soko guru itu tidak dapat berjalan dengan baik
di perekonomian ini.
Mengapa Koperasi Di Indonesia Sulit Berkembang
Pasang-surut
Koperasi di Indonesia Koperasi di Indonesia dalam perkembangannya
mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun
membutuhkan jawaban njelimet, terlontar dari seorang peserta? Mengapa
jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang
menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan
BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke
persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa
Koperasi sulit berkembang di tengah ?habitat? alamnya di Indonesia??
Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan.
Berdasarkan
data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Jumlah Koperasi di
Indonesia tercatat 103.000 unit lebih dengan keanggotaan mencapai
26.000.000 orang. Dengan data seperti ini maka seharusnya koperasi sudah
dapat dikatakan sebagai salah satu sumber devisa negara serta dapat
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, kenyataannya
berbeda jauh. Banyak koperasi di Indonesia yang sulit untuk berkembang
karena adanya beberapa faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan
koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak
melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan
masyarakat. Kondisi ini telah menjadi sumber citra buruk koperasi
secara keseluruhan.
Konflik
kepentingan antara pemilik organisasi (yang seharusnya kepentingan
pemiliklah yang mendominasi) dengan kepentingan mereka yang mengontrol
atau mengelola organisasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
perkembangan koperasi. Selain itu permodalan cukup mempengaruhi juga
perkembangan suatu koperasi itu berjalan dengan baik.
Kenapa
adanya Konflik ? Konflik tercipta saat ada pertentangan antar
individu/kelompok, suatu koperasi tentu harus dipimpin oleh seseorang
yang mampu membuat koperasi itu berkembang dan juga mampu untuk membuat
masyarakat sadar berkoperasi serta dapat menjalankan dan berorganisasi
dengan baik dalam koperasi tersebut. Dari konflik tersebut maka
manajemen suatu koperasi bisa dikatakn buruk, baik dalam kepengurusan
maupun dalam penanganan masalah itu sendiri.
Dalam
segi permodalan, suatu koperasi tentu harus memiliki modal yang cukup
untuk membangun koperasi tersebut serta menjalankan koperasi dengan
manajemen yang tepat pula. Suatu Koperasi di Indonesia yang kesulitan
berkembang bias saja karena permodalannya lemah, dengan modal yang minim
maka akan sulit untuk berproduksi sehingga hasil yang didapat juga akan
minim pula. Dalam hal meminjam uang di Bank, tingginya suku bunga bank
membuat koperasi sulit berkembang. Dengan suku bunga yang tinggi, margin
keuntungan menjadi sangat tipis, bahkan defisit. Koperasi sering kali
kesulitan saat hendak menambah modal dari bank. Pasalnya, suku bunga
yang ditawarkan perbankan sangat tinggi, antara 10-20% per tahun.
Selain itu Koperasi sulit berkembang diantara lain disebabkan oleh :
· Kurangnya Promosi dan Sosialisasi
Promosi
diperlukan agar masyarakat tahu tentang koperasi tersebut. Pemerintah
dengan gencarnya melalui media massa mensosialisasikan Koperasi kepada
masyarakat namun jika sosialisasi hanya dilakukan dengan media massa
mungkin hanya akan “numpang lewat” saja. Memang benar dengan
mensosialisasikan melalui media massa akan lebih efektif untuk
masyarakat mengetahuinya, namun dengan sosialisasi secara langsung untuk
terjun kelapangan akan lebih efektif karena penyampaian yang lebih
mudah dipahami. Dalam masalah promosi barang yang dijual di suatu
koperasi juga mengalami kendala seperti kurangnya promo yang ditawarkan
dan kurang kreatifnya koperasi untuk mempromosikan sehingga minat
masyarakat juga berkurang untuk dapat ikut serta dalam koperasi.
· Kesadaran Masyarakat Untuk Berkoperasi Masih Lemah
Masyarakat
masih sulit untuk sadar berkoperasi, terutama anak-anak muda. Kesadaran
yang masih lemah tersebut bias disebabkan kurang menariknya koperasi di
Indonesia untuk dijadikan sebagai suatu usaha bersama. Selain itu para
pemuda-pemudi lebih sukamenghabiskan waktu di luar daripada melakukan
kegiatan didalam koperasi karena bagi pemuda terkesan “Kuno”.
· Harga Barang di Koperasi Lebih Mahal Dibandingkan Harga Pasar
Masyarakat
jadi enggan untuk membeli barang dikoperasi karena harganya yang lebih
mahal dibandingkan harga pasar. Bagi masyarakat Indonesia konsumen akan
memilih untuk membeli suatu barang dengan harga yang murah dengan
kualitas yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan
koperasi. Dengan enggannya masyarakat untuk bertransaksi di koperasi
sudah pasti laba yang dihasilkan oleh koperasi-pun sedikit bahkan merugi
sehingga perkembangan koperasi berjalan lamban bahkan tidak berjalan
sama sekali.
· Sulitnya Anggota Untuk Keluar dari Koperasi
Seorang
anggota koperasi maupun pemilik koperasi akan sulit untuk melepaskan
koperasi tersebut, kenapa ? Karena sulitnya menciptakan regenerasi dalam
koperasi. Dengan sulitnya regenerasi maka seseorang akan merasa jenuh
saat terlalu dalam posisi yang ia tempati namun saat ingin melepaskan
jabatannya sulit untuk mendapatkan pengganti yang cocok yang bias
mengembangkan koperasi tersebut lebih lanjut.
· Kurang Adanya Keterpaduan dan Konsistensi
Dengan
kurang adanya keterpaduan dan Konsistensi antara program pengembangan
koperasi dengan program pengembangan sub-sektor lain, maka program
pengembangan sub-sektor koperasi seolah-olah berjalan sendiri, tanpa
dukungan dan partisipasi dari program pengembangan sektor lainnya.
· Kurang Dirasakan Peran dan Manfaat Koperasi Bagi Anggota dan Masyarakat
Peran
dan Manfaat koperasi belum dapat dirasakan oleh anggotanya serta
masyarakat karena Koperasi belum mampu meyakinkan anggota serta
masyarakat untuk berkoperasi dan kurang baiknya manajemen serta
kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi.
· Penetapan tujuan yang kurang jelas
Tujuan
pada umunya digunakan untuk memberikan arahan sebagai pedoman tindakan,
alokasi sumberdaya baik sarana fisik, manusia maupun dana. Dulfer
(1984), Hanel (1984), dan Gupta (1985) menyatakan bahwa perumusan tujuan
koperasi seringkali tidak mudah seperti perusahaan kapitalistik dengan
shareholders, karena melibatkan berbagai pihak yang memiliki berbagai
kepentingan. Ketidakseimbangan dalam mengakomodasi secara proporsional
seringkali menjadi sumber konflik yang membuat organisasi koperasi dalam
perjalanannya tidak stabil. Dulfer (1984) dan Gupta (1985) menyatakan
bahwa model koperasi tradisional dan koperasi terpadu yang dalam proses
perumusan tujuannya selalu berorientasi pada anggota akan lebih mampu
bertahan dan berkembang dibandingkan dengan koperasi tipe pedagang yang
dalam proses perencanaannya cenderung didominansi oleh kelompok vested
interest (Petani kaya, Pengurus dan atau pihak pemodal kuat).
· Belum digunakannya asumsi untuk peramalan target
Tujuan
yang ditetapkan secara kualitatif, konsekwensinya, adalah tindakan dan
proses untuk mencapai tujuan juga menjadi tidak jelas. Penggunaan asumsi
untuk peramalan target yang digunakan masih sangat sederhana dengan
mengambil patokan angka-angka capaian tahun sebelumnya. Sedangkan di
perusahaan modern non koperasi sudah digunakan model peramalan
matematika dan statistika dengan memasukkan berbagai variabel penentu
keberhasilan seperti waktu, musim, dan risiko yang dihitung berdasarkan
teori kemungkinan (probabilitas). Hal ini dapat dilakukan karena adanya
dukungan teknologi dan SDM yang handal.
· Pengalokasian Sumber daya yang kurang baik
Sebagian
besar koperasi dalam perencanaannya belum mengalokasikan sumberdayanya
secara baik. Perencanaan program masih disusun secara garis besar yang
biasanya dibagi menurut bidang seperti bidang organisasi dan manajemen,
bidang usaha, bidang permodalan, dan bidang kesejahteraan anggota dan
pengelola. Alokasi sumberdaya umumnya hanya tergambarkan dalam RAPBK,
tidak menjelaskan jadwal, SDM yang terlibat, sumber dan penggunaan dana
secara rinci.
· belum memiliki rencana strategis jangka panjang
Sebagian
besar koperasi di Indonesia belum memiliki rencana strategis jangka
panjang yang berisikan visi, sebagai arahan misi, tujuan dan strategi
koperasi serta memudahkan pengembangan rencana program pada setiap
bidang fungsional atau unit usaha koperasi. Menurut teori manajemen
modern, koperasi yang masih berorientasi jangka pendek mungkin cocok
pada situasi lingkungan bisnis yang stabil, tetapi akan segera tergusur
pada situasi lingkungan bisnis yang berubah cepat. pemahaman konseptual
manajerial baik pengurus maupun manajer koperasi tidak secara otomatis
diikuti oleh komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kinerja
manajerialnya di koperasi. Dengan kata lain pihak manajemen koperasi
memiliki pemahaman dan kemampuan manajerial tetapi belum tergerak
mengimplementasikannya untuk mencapai kemajuan koperasi. Diduga
disebabkan oleh beberapa faktor seperti insentif, motivasi berprestasi
atau adanya konflik kepentingan antara pemilik (principal) dengan
manajemen (agent). Penelitian Untung Wahyudi (2007) yang mengacu pada
agency theory (anggota koperasi adalah principal dan pengurus adalah
agent), tugas pengurus adalah memaksimalkan atau meningkatkan kekayaan
anggota. Hal ini diduga sulit diwujudkan di koperasi karena berdasarkan
pengamatannya, kebanyakan pengurus koperasi bukan berasal dari kalangan
profesional dalam bisnis koperasi. Konsekwensinya, konflik kepentingan
seringkali muncul kepermukaan. Dalam beberapa kasus baik pengurus maupun
manajer yang diangkat oleh koperasi memiliki usaha/bisnis yang bersaing
dengan bisnis koperasi. Beberapa literatur koperasi menyebut kelompok
ini sebagai kelompok vested interest yang memanfaatkan fasilitas dan
jaringan bisnis koperasi untuk kepentingan bisnis pribadi. Hasilnya
bisnis kelompok vested interest makin berkembang sedangkan bisnis
koperasi jalan di tempat. Kondisi ini banyak ditemui pada saat dukungan
kebijakan pemerintah melalui usaha program cukup dominan.
Hal-hal
tersebut merupakan factor yang mempengaruhi mengapa Koperasi sulit
untuk berkembang, maka setiap koperasi dibutuhkan untuk mengelola
koperasi tersebut dengan benar yang sesuai dengan fungsinya sebagai
koperasi agar dapat berjalan dengan baik.
Komentar
Posting Komentar