Tugas Tulisan pengantar bisnis
Anak terlantar dipelihara oleh negara
SAAT ini tidak sedikit
anak-anak yang berkeliaran di jalan: di sudut-sudut lampu merah. Tidak
sekadar berkeliaran, lebih dari itu, mereka menjadikan jalanan sebagai
tempat hidup dan menghabiskan hari-hari mereka di jalanan. Mengemis
adalah salah satu pilihan yang dilakukan oleh anak jalanan di samping
loper koran.
Anak-anak
jalanan ini tidak tahu dan tidak mau tahu apakah berdirinya
bangunan-bangunan megah, mall, restoran, cafe, bisa merembes ikut
mengubah nasib mereka. Anak-anak jalanan sebagai aktor yang melakoni
sudut-sudut jalan, juga tidak pernah berpikir mengenai, misalnya,
peraturan, rambu-rambu, atau kenyamanan pengguna jalan. Bagi mereka yang
penting adalah bagaimana mereka bisa mengais rezeki di jalan.
Fakta
membuktikan bahwa keberadaan anak-anak jalanan itu menjadi ruang
eksploitatif bagi preman. Bahkan, banyak kasus perdagangan anak yang
menimpa anak jalanan. Selain itu, keberadaan mereka juga cenderung akrab
dengan tindak kriminal, mereka juga rentan terkena virus narkoba, free
sex, dan penyakit moral lainnya yang menghancurkan masa depan anak
bangsa. Tentunya, kita mesti prihatin akan kondisi generasi penerus
bangsa tersebut, di tengah sistem kehidupan yang semakin global ini, apa
jadinya bila sebagian besar anak-anak Indonesia tidak sekolah dan
terus-terusan hidup di jalan?
Kita
semua tahu, anak, termasuk anak-anak jalanan ini adalah penerus
cita-cita bangsa. Anak-anak ini bahkan gambaran masa depan suatu bangsa
dan calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan negeri ini nantinya.
Kesejahteraan anak-anak ini, menurut penulis, dengan demikian perlu
diperhatikan.
Perhatian
pada masa depan anak-anak ini tentunya bukan dengan bentuk seremonial,
seperti peringatan hari anak nasional yang tiap tahunnya kita peringati.
Anak-anak harus mendapat perhatian lebih dari sekadar seremonial ini.
Dipelihara oleh negara?
Secara
legal formal, negara boleh menunjukkan kepedulian terhadap masa depan
anak-anak jalanan ini. Dalam pasal 34: 1, UUD 1945 disebutkan: “Fakir
miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Berdasarkan pada
pasal ini maka anak-anak jalanan merupakan tanggung jawab negara.
Tapi
ada yang ganjil. Anak jalanan justru mengalami peningkatan secara
kuantitas di daerah-daerah perkotaan dan daerah-daerah sub urban.
Hemat
penulis, fakta ini menunjukkan ada yang perlu diluruskan dalam pola
kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu kebijakan struktural yang belum
menyentuh penanganan mereka secara serius.
Pemimpin
rakyat sibuk memperkaya diri seolah-olah tanggung jawab memenuhi
janji-janji kampanye mereka dianggap selesai saat mereka mendapatkan
kusi kekuasaan yang mereka inginkan. Nasib anak-anak jalanan di negeri
ini berbanding lurus dengan nasib orang-orang miskin, ditelantarkan dan
tidak pernah mendapatkan perhatian yang memadai dari pemerintah.
Kalau
demikian kenyataannya, adakah maksud Pasal 34: 1 UUD 1945, hendak
dibaca: Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar “dipelihara” oleh
negara. “Dipelihara” dalam tanda kutip, maksudnya selalu ada dan “akan
dipelihara” keadaan yang demikian di negeri ini.
Fakta
ini menurut penulis juga menunjukkan gagalnya sistem perekonomian yang
sedang dibangun di negeri ini, yang diperuntukkan pada keuntungan
segelintir orang atau kelompok: yang kaya semakin kaya, sementara yang
miskin dibuat semakin menderita.
Masalah
anak-anak jalanan ini menurut penulis adalah turunan dari masalah
sosial yang diderita rakyat kebanyakan seperti kemiskinan dan
pengangguran.
Peran aktif pemerintah
Peran
aktif pemerintah dalam hal ini dibutuhkan untuk menyatukan,
mensinergikan, dan melipatgandakan seluruh kekuatan jika ingin memenangi
perang melawan kemiskinan, pemiskinan dan menyelamatkan masa depan
anak-anak bangsa ini.
Peran
pemerintah yang penulis maksudkan dibutuhkan untuk menyatukan dan
menggerakkan seluruh elemen di setiap level. Baik di tingkat pengambil
kebijakan maupun pada level pelaksana, di dalam pemerintahan maupun di
luar pemerintahan. Di lembaga legislatif dan di level masyarakat. Di
negeri ini, dukungan demikian merupakan sebuah urgensi yang tak boleh
ditawar-tawar, bukan sekadar urusan pencitraan diri.
Sudah
saatnya pemerintah melipatgandakan upaya untuk menanggulangi persoalan
anak jalanan di negeri ini. Anak jalanan di sudut-sudut lampu merah
hanyalah satu potret buram di antara ribuan bahkan jutaan kisah
orang-orang miskin di negeri ini. Sementara yang perlu diingat:
“Keteraturan dalam sebuah bangsa bukan dilihat dari jumlah milyuner yang
dimiliki, tetapi dari ketiadaan bencana kelaparan di masyarakatnya,”
demikian Mahatma Ghandhi.
Memang,
menyelesaikan masalah anak jalanan bukanlah pekerjaan yang mudah. Tapi,
minimalnya untuk menyelesaikannya dibutuhkan iktikad baik dan
keseriusan pemerintah, untuk mempraktikkan apa yang sudah digariskan
konstitusi dan mengoptimalkan peran lembaga yang ada. Anak-anak adalah
potret masa depan Indonesia. Maka, tidak ada kata lain selain
menyelamatkan mereka dari jurang keterbelakangan.***
Sumber : Koran Kompas
Sumber : Koran Kompas
Komentar
Posting Komentar